Kamis, 06 Agustus 2009

Mengatasi Si Kecil ogah Makan

Mengatasi Si Kecil Ogah Makan
Gizi.net - Nadya (bukan nama asli), 4 tahun, hanya melengos kala Titik, ibunya, menyodorkan sendok makan siang berupa sup segar makaroni dan telur puyuh. "Ayo sayang, sudah jam 1, Ade belum makan," Titik membujuk. Bocah itu menggeleng dan mencoret-coret buku gambarnya.

Lebih dari 15 menit merayu dengan segala macam, ibu muda itu cuma sukses menyuapkan makanan dua kali. Nadya pun kerap berpindah-pindah posisi duduk, berdiri, dan berlarian di ruangan.

Sulitnya si kecil makan menjadi masalah buat sebagian besar orang tua. Anda juga mungkin mengalaminya dengan sang buah hati. Orang tua yang memiliki anak sulit makan harus segera mengatasinya.

Sulit makan dikhawatirkan bisa menyebabkan anak kekurangan nutrisi dalam perkembangannya. Jika kondisi itu dibiarkan berlarut-larut, bahkan status gizi anak menjadi rendah (malnutrisi), proses tumbuh kembang akan tidak optimal.

"Disebut sulit makan jika anak hanya mampu menghabiskan kurang dari dua per tiga jumlah makanannya sehingga kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi," kata dr Nita Ratna Dewanti, SpA, dokter spesialis anak RS Ramsay Bintaro Internasional.

Dalam acara talkshow bertajuk "Kiat Mengatasi Sulit Makan pada Si Kecil" di RS Ramsay Bintaro Internasional, Tangerang, beberapa waktu lalu, dr Nita Ratna mengutip penelitian terbaru pada sekitar 100 anak prasekolah usia 4-6 tahun di Jakarta. Disebutkan bahwa dari 100-an anak itu, 33,6 persen mengalami kesulitan makan. Kemudian yang termasuk menderita malnutrisi ringan 44,5 persen dan termasuk malnutrisi sedang 19,2 persen.

Periode emas anak adalah pada 30 bulan pertamanya. Pada periode ini, pertumbuhannya sangat cepat, tak terkecuali otak. Bila terjadi kekurangan nutrisi pada masa-masa itu, akan berakibat pada tumbuh kembang yang tidak optimal, terutama otak, yang akan mempengaruhi kecerdasannya.

"Makanan adalah bahan yang dapat dimakan dan mengandung komponen yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan atau menjaga kondisi tubuh yang sehat. Pada dasarnya makan terdiri atas air, zat gizi, serta bahan tambahan," Nita Ratna memaparkan dalam acara yang digelar rumah sakit tersebut, yang juga menggandeng PT Fonterra Brands Indonesia.

Dokter Nita menambahkan, "Zat gizi terdiri atas zat makro dan zat mikro. Yang termasuk zat makro yaitu lemak, karbohidrat, dan protein, sedangkan zat mikro yaitu vitamin, mineral, serta air." Kita tahu bahwa fungsi makanan di antaranya memberikan energi (lemak, karbohidrat, dan protein), pertahanan tubuh, serta penting untuk pertumbuhan (protein, vitamin, mineral, dan air).

Salah satu nutrisi penting adalah susu. American Academic of Pediatrics merekomendasikan mengkonsumsi 300-455 kkalori dari susu sapi dalam 1 hari. Ini berarti memenuhi sekitar 50 persen dari kebutuhan kalorinya per hari dari susu sapi. Selebihnya diperoleh dari makanan padat. Anak usia 1 tahun membutuhkan 1.000 kkalori setiap harinya, dan dianjurkan 340-455 kkalori didapatkan dari susu, serta sisanya dari makanan padat lainnya.

Tentang kesulitan makan anak, Nita Ratna mengungkapkan bahwa penolakan anak usia ini terhadap makanan mungkin saja terjadi karena organ-organ pencernaan anak memang belum siap menerima makanan yang diberikan. "Ini dapat disebabkan oleh tekstur makanan yang terlalu kasar atau kental, bahkan bisa disebabkan oleh porsi makanan yang tidak sesuai dengan kemampuan menelan bayi," tuturnya lagi.

Pada kesempatan yang sama, psikolog anak RS Ramsay International Bintaro, Dra Niniek A. Bawani, mengatakan ada beberapa kendala yang terjadi pada tahapan usia yang berbeda. Pada bayi berusia mulai 6 bulan, si kecil mungkin sering menyembur makanannya atau tak mau menelannya.

Pada usia batita, mengemut makanan menjadi salah satu kendala. "Kerja sama yang baik dari orang tua, pengasuh, dan dokter anak diperlukan dalam menelusuri penyebab perilaku sulit makan pada anak," tutur Niniek A. Bawani di hadapan 100-an ibu atau orang tua. "Menyemburkan makanan pada bayi mungkin karena pemberian makanan pendamping ASI (air susu ibu) yang terlalu cepat atau terlalu lambat."

Dwi Arjanto

Sumber: http://www.tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar